M@XGNET

Pengertian Disiplin Diri

Sebelum beranjak pada pembahasan inti  yaitu cara/tips yang dapat digunakan untuk melatih diri menjadi lebih disiplin, kita harus mengenal dahulu apa itu yang disebut disiplin. Banyak sekali dari kita yang mengerti dan paham disiplin tapi ketika ditanya tentang arti disiplin mereka agak kebingungan. Disiplin diri adalah sikap patuh kepada waktu dan peraturan yang ada. Dari pengertian diatas kita  dapat menyimpulkan bahwa disiplin itu mengandung  dua makna yaitu patuh waktu dan juga peraturan atau tata tertib.
Patuh pada waktu, tentunya kita sering mendengar kata disiplin waktu. Disiplin memiliki arti demikian ketika kita dihadapkan pada waktu dalam melakukan sesuatu artinya dalam melakukan sesuatu tersebut kita memiliki sebuah tanggungjawab kepada waktu. Contoh realnya seperti ini, sebagai pelajar kita tentu mengetahui  jam masuk sekolah kita sehingga kita sebisa mungkin untuk datang ke sekolah lebih awal agar tidak terlambat. Dari contoh tersebut kita dapat mengetahui kalau seorang  pelajar yang disiplin itu memiliki tanggung jawap pada waktu yang berupa jam masuk sekolah.
Patuh pada tata tertib atau peraturan, di sekolah sebagai pelajar tentunya kita telah mengetahui tata tertib sekolah. Di lingkungan masyarakat kita juga telah mengenal itu norma. Di dalam keluarga juga dapat di temui sebuah aturan meskipun biasa tak tertulis. Disiplin memiliki arti demikian ketika dihadapkan kepada peraturan peraturan atau tata tertib saat ingin melakukan sesuatu. Setiap peraturan  itu bersifat mengikat artinya siapapun yang berada pada lingkungan yang memiliki suatu peraturan  secara tidak langsung orang tersebut memiliki tanggung jawab pada peraturan tersebut. Ketika orang tersebut mematuhi  peraturan tersebut maka ia telah bersikap disiplin dan ketika berbuat sebaliknya dia telah berbuat tidak disiplin dan akan dikenai sanksi sesuai aturan yang berlaku.
Kedua makna ini harus dipenuhi oleh setiap orang jika ingin disebut telah memiliki sikap disiplin diri. Sikap disiplin diri ini merupakan sebuah sikap kebiasaan, artinya sesorang  yang telah terbiasa disiplin akan mudah untuk berlaku disiplin dimanapun dia berada tetapi ketika seseorang tersebut tidak terbiasa maka dia juga akan sulit untuk berlaku disiplin dimanapun itu.

PEMIMPIN HARUS MEMILIKI DISIPLIN

(Taken from Bill Newman, The 10 Laws of Leadership)
Berdasarkan suatu data statistik, banyak pemimpin besar meraih keberhasilan dalam pekerjaan dan kehidupannya melalui seperangkat hukum kepemimpinan yang mendetail dan merupakan prinsip-prinsip yang telah diujicobakan.
Bill Newman punya 10 hukum Kepemimpinan. Hukum pertama adalah Pemimpin Memiliki Visi, sedangkan Hukum Kedua adalah :

PEMIMPIN MEMILIKI DISIPLIN.
Di dunia ini berlaku hukum tak tertulis, apakah kita akan mendisiplinkan diri sendiri atau akan didisiplinkan oleh orang lain. Keberhasilan yang berlangsung terus-menerus tidak bisa diraih tanpa disiplin, ketekunan, dan usaha. Disiplin merupakan mandat bagi pemimpin untuk meraih tujuan dan
visi-visinya.
Salah satu kesalahan besar generasi kita adalah tidak terlalu menghargai pentingnya kedisiplinan. Banyak orang terpengaruh oleh budaya yang cenderung menolak segala bentuk pengekangan, dan mengikuti dorongan alami diri kita untuk bersikap santai. Kita dengan mudah melupakan fakta bahwa segala sesuatu dalam hidup tidak mungkin diraih tanpa disiplin.
Sangat sering terjadi seorang pemimpin meraih sukses pada tingkat tertentu, dan kemudian berhenti dan kehilangan semangat bertarung. Mereka harus kembali pada titik start mereka. Ini dikarenakan mereka kehilangan milik mereka yang berharga, yaitu, kedisiplinan diri.
God Bless Us Forever !!!
(Compiled by Fuzna Marzuqoh).

Disiplin dalam pengertian yang amat dasar ada dua.
1) Ketaatan pada tata tertib,
2) Latihan batin dan watak dengan maksud akan mentaati peraturan .
arti disiplin adalah kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan tata tertib, karena didorong oleh adanya kesadaran yang ada pada hatinya.

Dilihat dari sudut pandang sosiologis dan psikologis, disiplin adalah suatu proses belajar mengembangkan kebiasaan–kebiasaan, penugasan diri, dan mengakui tanggung jawab pribadinya terhadap masyarakat, Maka kedisiplinan anak didik dalam mengikuti suatu kegiatan pun akan menimbulkan sikap tanggung jawab, atau disiplin dalam menghadapi pelajaran atau dalam belajarnya.

dgn demikian indikator disiplin belajar dapat dilihat dalam proses belajar dan hasil belajar....

dalam proses belajar indikatornya bisa di lihat dari...
- kehadiran di kelas
- motivasi belajar
- partisipasi dalam kelas

indikator hasil belajar..
- nilai ulangannya tuntas.....mencapai SKBM( Standar Ketuntasan Belajar Minimal)


Disiplin itu indah

Disiplin tentu saja harus ditampilkan disetiap waktu. Bukan hanya dikala ada pengawasan dari atasan,orangtua,guru atau pimpinan saja. Disinilah sekali lagi-pentingnya kesadaran dan keikhlasan dalam menjalankan disiplin.

Sebagai contoh seseorang pengemudi kendaraan bermotor yang disiplin begitu naik kendaraan secara otomatis ia memasang sabuk pengamanan. Dia bukan saja menyadari bahwa memakai sabuk pengamanan adalah suatu kuwajiban yang diatur oleh undang-undang tetapi dia juga sadar bahwa memakai sabuk pengamanan adalah demi keselamatan dirinya manakala terjadi kecelakaan lalu lintas.

Demikian halnya pengendara sepeda motor. Begitu naik sepeda motor maka secara otomatis dia memakai helm pengamannya karena dia sadar bahwa helm pengaman akan melindungi kepalanya dari benturan hebat antara kepala dengan aspal jika terjadi kecelakaan. Dia memakai helm pengamanan bukan takut kepada polisi lalu lintas. Baginya ada atau tidak ada polisi lalu lintas yang mengawasi helmnya akan tetap dipakai.

Ada contoh klasik tentang pengamalan disiplin. Seorang perokok berat terpaksa harus mengantongi debu rokok dan puntungnya karena disekitarnya tidak tersedia kotak sampah. Walapun tidak ada yang melihat dia tidak mau membuang puntung rokok sembarangan.

Kapan disiplin mulai ditanamkan dan dibina ??
Para orang tua harus menanamkan disiplin secara dini kepada putra-putrinya. Metodenya tentu disesuaikan dengan usia dan tingkat pemahaman anak terhadap suatu masalah.
Pada usia balita tentu tidak mungkin diberi nasihat yang bertele-tele sehingga sukar dicerna. Pemberian latihan dan contoh-contoh tentu akan lebih mudah diresapi dan akhirnya akan diikuti si anak. Si kecil yang setiap bangun tidur dilatih untuk menggosok gigi sambil diberi contoh tentu akan mudah melekat dibenaknya daripada diberikan penjelasan yang sulit dicerna oleh otaknya.

Pendek kata,penanaman disiplin, pembinaan dan pengawasan disiplin dilakukan secara terus menerus dengan menggunakan metode yang tepat.

siapa yang terlibat dalam masalah disiplin ?

Ada banyak pihak yang terlibat langsung dalam masalah disiplin.

1. Setiap individu. Setiap pribadi-pribadi tentu harus memiliki disiplin pribadi yang baik agar kehidupan pribadinya menjadi tertib. Disiplin pribadi yang baik akan menjadi modal utama bagi terwujudnya disiplin dalam keluarga dan berturut-turut akan berpengaruh terhadap terwujudnya disiplin nasional.

2. Orang tua. Orang tua selain harus memiliki disiplin pribadi yang baik juga berperan sebagai pembina dan pengawas disiplin dilingkungan keluarganya. Mustahil orang tua dapat melakukan peran tersebut jika diri mereka sendiri tidak disiplin.

3. Pimpinan. Setiap pimpinan instansi baik dilingkungan sekolah, lingkungan pemukiman, lingkungan kerja pada hakekatnya adalah pembina dan pengawas disiplin bagi individu yang ada dalam lingkungannya. Seorang kepala sekolah, rektor dengan dibantu para staf dan para guru/ dosen wajib melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap murid-murid/ mahasiswanya.

Dilingkungan TNI dan Polri ada para komandan yang mempunyai peran sebagai pemimpin, guru dan sekaligus bagi bapak. Mereka dengan dibantu oleh staf terkait melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap anggota bawahannya. Selain itu para komandan juga dibantu oleh badan khusus yang membidangi pengawasan dan penegakan disiplin dan tata tertib misalnya Inspektorat Jenderal/ Inspektorat, Polisi Militer dan Provoost Satuan.

Ada juga instansi yang mempunyai organ khusus semacam Badan Kehormatan yang bertugas menjamin bahwa displin karyawan atau anggota instansi bersangkutan tetap terpelihara dengan baik.



Bagan ini mempersembahkan dan mengungkapkan enam bagian pikiran yang memiliki kemampuan untuk mempertahankan kedisiplinan dengan mudahnya.



Bagian-bagian ini dinomori sesuai peran penting masing-masing, meski siapa pun tidak mungkin memastikan bagian mana yang lebih penting daripada yang lainnya, karena masing-masing bagian adalah faktor esensial dalam mengekspresikan pemikiran.
Kami tak punya pilihan selain menempatkan ego, tempat bersemayamnya kekuatan-kehendak, dalam posisi pertama.

Pasalnya, Kekuatan-kehendak (ego) bisa mengendalikan seluruh bagian pikiran lainnya, dan wajar jika disebut “Mahkamah Agung” nya pikiran, yang keputusannya bersifat final dan bukan menjadi target mahkamah tinggi mana pun.

Fakultas emosi menempati posisi kedua lantaran sudah menjadi rahasia umum bahwa kebanyakan orang dikendalikan oleh emosi mereka. Karena itulah fakultas ini berada di bawah “Mahkamah Agung”.

Fakultas nalar menempati posisi ketiga karena memiliki efek memodifikasi yang menyiapkan aksi emosional untuk dimanfaatkan secara aman. Pikiran yang “seimbang” adalah pikiran yang mewakili suatu kompromi antara fakultas emosi dengan fakultas nalar. Kompromi ini biasanya dijalankan oleh “Mahkamah Agung”, tepatnya fakultas kehendak.

Fakultas kehendak kadang memutuskan emosi mana yang berlaku. Di kali ini, ia berpihak pada fakultas nalar, tetapi dialah yang memberi kata akhir. Dan ke bagian mana pun ia berpihak berarti bagian itulah yang dimenangkan dalam perselisihan antara nalar dengan emosi.

Betapa luar biasanya sistem ini!

Fakultas imajinasi mendapat posisi keempat karena ia adalah bagian yang menciptakan ide, rencana, juga cara dan alasan untuk mencapai tujuan, yang kesemuanya diilhami oleh fakultas emosi atau fakultas kehendak.

Barangkali anda berpendapat bahwa fakultas imajinasi berfungsi sebagai “komite cara dan sarana” bagi pikiran. Akan tetapi, tidak jarang fakultas ini bertindak sendiri dan melakukan eksplorasi fantastis di tempat-tempat yang tak memiliki kaitan absah dengan fakultas kehendak. Dalam perjalanan atas dorongan sendiri ini, imajinasi sering kali berperan penuh, bekerja sama, dan mendorong emosi. Itulah sebabnya mengapa semua keinginan yang berasal dari fakultas emosi harus dicermati benar oleh fakultas nalar, bahkan jika perlu dijaga ketat oleh fakultas kehendak.

Apabila emosi dan imajinasi lolos dari pengawasan nalar dan kendali kehendak, keduanya akan menyerupai sepasang bocah bandel yang memutuskan untuk bolos sekolah, dan bermain-main di kolam renang, atau mencuri semangka di kebun tetangga.
Tak ada kenakalan yang tak bisa dilakukan keduanya. Karena itulah, emosi dan imajinasi harus lebih didisiplinkan daripada fakultas-fakultas pikiran lain digabungkan menjadi satu. Camkanlah hal ini!

Dua bagian lainnya, kesadaran dan memori, harus bersatu. Dan meskipun penting, mereka berada di posisi terakhir dalam bagan di atas.

Sedangkan alam pikiran bawah sadar mendapat posisi di atas keenam bagian pikiran lainnya. Pasalnya, dialah jembatan penghubung antara pikiran sadar dengan Kecerdasan Tak Terbatas, dan medium yang memungkinkan semua bagian pikiran menerima kekuatan pemikiran.

Alam pikiran bawah sadar bukanlah objek pengendalian, melainkan objek yang dipengaruhi, dengan sarana yang telah dijelaskan. Ia bertindak sendiri, dan secara sengaja, meskipun tindakannya bisa dipercepat dengan mengintensifkan emosi, atau mengamalkan kekuatan kehendak dalam tingkat tinggi.

Keinginan kuat di balik Tujuan Utama yang pasti bisa mendorong aksi pikiran bawah sadar dan mempercepat kerjanya.


Belajar dari Pemimpin Tingkat Lima 

”Baik” adalah musuh dari ”Hebat”. Demikian yang dituliskan Jim Collins dalam bukunya Good to Great. Menurut Collins banyak orang sudah merasa puas dengan melakukan sesuatu yang baik, sehingga mereka berhenti berusaha untuk menjadi lebih baik, untuk akhirnya menjadi yang terbaik (hebat).

Tapi, tidak demikian dengan ”Pemimpin Tingkat Lima”. Mereka tidak berhenti berjuang untuk melakukan yang terbaik yang bisa mereka kerjakan, dan mereka tak akan berhenti untuk senantiasa berjuang untuk menghasilkan sesuatu yang paling baik (hebat). Siapa pemimpin tingkat lima yang dimaksud oleh Jim Collins? Apa yang mereka lakukan? Inilah yang akan dibahas lebih lanjut.

SIAPA PEMIMPIN TINGKAT LIMA?
Penelitian yang dilakukan Jim Collins dan timnya menunjukkan bahwa perusahaan yang dapat bertahan di posisi puncak untuk waktu yang lama (sekitar 15 tahun atau lebih), yaitu perusahaan yang berhasil melebihi prestasi pasar di industri yang ditekuni, umumnya dinakodai oleh para pemimpin tingkat lima, dengan karakteristik sebagai berikut.
Rendah hati. Jika pemimpin ”biasa” akan berusaha menarik perhatian dunia pada prestasi yang dilakukannya, dan berfokus pada diri sendiri, maka pemimpin tingkat lima melakukan yang sebaliknya. Mereka melakukan yang terbaik untuk banyak orang tanpa banyak bicara. Sedapat mungkin, mereka cenderung mengalihkan topik pembicaraan dari prestasi mereka kepada prestasi dan dukungan orang-orang di sekitar mereka. Mereka mengatakan bahwa orang-orang sekitar merekalah yang berperan lebih penting dalam meraih keberhasilan, seperti yang juga dilakukan oleh Sam Walton, CEO dari Walmart. Kerendahan hatinya membuat Smith disayangi dan dihormati oleh karyawan, keluarga dan masyarakat.
Sederhana. Selain rendah hati, para pemimpin tingkat lima juga memilih untuk hidup sederhana yang berkecukupan (tak berlebihan). Mereka juga tidak menuntut untuk diperlakukan secara istimewa oleh orang-orang di sekitar mereka. Ken Iverson, CEO dari Nucor, tetap tinggal di rumahnya yang sudah ditinggalinya bersama keluarganya selama bertahun-tahun, ia juga hanya memiliki satu garasi, sesuai dengan kebutuhan keluarganya. Colman Mockler, CEO dari Gillette, lebih sering menghabiskan liburannya di perternakannya di luar kota dari pada berkeliling dunia. Pada saat bersantai di rumah, ia juga lebih suka memakai pakaian seperti orang kebanyakan, yang dibeli di pasar swalayan, atau toko rakyat.
Keyakinan kuat. Seorang pemimpin tingkat lima cenderung memiliki keyakinan untuk berhasil. Keyakinan kuat ini memompakan energi dan semangat luar biasa untuk berjuang meraih keberhasilan yang diyakininya tersebut. Masalah, hambatan, kesulitan, bahkan krisis ekonomi sekalipun tidak bisa mematahkan semangatnya untuk meraih keberhasilan. Panglima besar Sudirman merupakan salah satu contoh pemimpin tingkat lima dari Indonesia. Keyakinan kuat untuk mengusir penjajah, telah memompakan semangat tinggi bagi sang panglima untuk terus berjuang, walaupun sakit menyerang dan perang menghadang. Demikian juga dengan Abraham Lincoln, yang berkeyakinan bahwa manusia, siapa pun mereka memiliki derajat yang sama. Keyakinannya ini terus dipegang teguh, walaupun harus berhadapan dengan musuh dalam selimut, dan perang saudara. Akhirnya, keyakinan kedua pemimpin besar ini membawa mereka dan para pendukung, bahkan seluruh bangsa untuk menikmati kemenangan luar biasa.
Ambisi melakukan yang terbaik. Pemimpin tingkat lima selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk setiap pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Terbaik di sini tentu saja bukan terbaik untuk dirinya sendiri, melainkan terbaik untuk banyak orang. Mary Kay Ash, ratu kosmetika dari Amerika Serikat tidak pernah puas untuk selalu melakukan yang terbaik dan mempersembahkan yang terbaik. Ketika masih menjadi pegawai di perusahaan lain pun, ia tidak menyerah pada kualitas pekerjaan rata-rata. Ia tidak akan berhenti, sebelum ia berhasil mempersembahkan karyanya yang terbaik. Sebagai seorang pemimpin perusahaan, Mary memberi teladan bagi para karyawannya untuk melayani pelanggan dengan kualitas produk dan layanan yang terbaik. Api ambisi untuk melakukan yang terbaik senantiasa dipelihara baik dalam dirinya sendiri, maupun dalam perusahaan agar tidak padam. Para pemimpin tingkat lima percaya bahwa keinginan kuat untuk selalu melakukan yang terbaik akan membuahkan inovasi dan perubahan positif.
Tegas dalam bertindak. Ketika seorang pemimpin tingkat lima telah memiliki keyakinan untuk berhasil, mereka tidak akan tinggal diam. Mereka akan bertindak untuk bergerak ke arah keberhasilan. Dalam bertindak, mereka tidak segan-segan untuk bertindak tegas, jika memang itu yang diperlukan untuk menyingkirkan akar permasalahan yang mengganggu perjalanan membawa para pendukung menuju sukses. David E. Smith, CEO dari Kimberly and Clark yang awalnya adalah perusahaan penghasil kertas berlapis untuk konsumsi perusahaan lain, berani mengambil keputusan yang sulit: menjual pabrik penghasil kertas berlapis yang menjadi inti bisnis Kimberly and Clark pada waktu itu, karena dianggap tidak memiliki potensi sukses di masa depan (walaupun pada saat itu, merupakan penghasil pendapatan utama bagi perusahaan. Ia membawa perusahaan untuk memfokuskan pada usaha memproduksi barang-barang konsumen dari kertas (seperti Klenex, dan popok bayi), yang dianggap memiliki potensi besar untuk meraih sukses masa depan. Keputusannya yang dicela habis-habisan oleh banya pihak, ternyata terbukti merupakan keputusan yang benar. Saat ini, Kimberly and Clark berhasil mengungguli para pesaingnya di lebih dari 50% produk barang-barang konsumen dari kertas.
Menabur untuk masa depan. Sebuah perusahaan bisa saja menjadi perusahaan terkemuka di satu saat di bawah pimpinan seorang CEO tertentu. Tetapi setelah sang CEO tidak lagi berkarya di sana, maka jatuhlah perusahaan tersebut. Pemimpin tingkat lima, tidak memikirkan keberhasilan sesaat, tetapi keberhasilan yang berkesinambungan. Semua keputusan yang diambil, selalu berorientasi pada keberhasilan yang berkesinambungan, sampai ke masa depan. Untuk itu, mereka tidak egois untuk menyimpan sendiri seluruh kepandaian, pengalaman dan keterampilan yang mereka miliki. Sejak mereka masih menjabat sebagai pemimpin, mereka telah menyiapkan calon-calon pemimpin masa depan, sebagai generasi penerusnya. David Maxwell, CEO dari Fannie Mae, sejak ia masih menjabat, telah mempersiapkan calon pemimpin berikutnya untuk mempertahankan keberhasilan yang telah diraih perusahaan di bawah pimpinannya. Tidak heran jika perusahaan ini merupakan perusahaan yang senantiasa membukukan sukses, walaupun pemimpin sudah berganti. Demikian pula dengan Mahatir Muhammad, mantan Perdana Menteri negara tetangga kita, Malaysia, yang telah menyiapkan dan membimbing calon pemimpin baru sebelum ia turun dari jabatannya.

APA YANG MEREKA LAKUKAN?
Setelah kita mengenal karakteristik dari pemimpin tingkat lima, selanjutnya kita tentu ingin tahu apa yang mereka lakukan untuk meraih keberhasilan.
Pilih orang dulu baru tentukan tujuan. Jika pemimpin biasa menentukan tujuan terlebih dahulu baru mengumpulkan orang, pemimpin tingkat lima melakukan yang sebaliknya. Mereka memilih dan mengumpulkan orang-orang yang tepat terlebih dahulu, sebelum akhirnya bersama-sama menentukan keberhasilan yang akan diraih. Orang-orang yang terbaik pada posisi yang tepat akan merupakan tim yang hebat untuk meraih sukses. Mereka tidak perlu lagi dimotivasi, karena mereka telah memiliki motivasi diri. Mereka tidak perlu terlalu diawasi, karena mereka telah memiliki sikap positif dan keterampilan tinggi, sehingga sang pemimpin bisa berkonsentrasi untuk mengatur kendali, dan memastikan bahwa arah pergerakan perusahaan yang dipimpin sudah benar. Jika, ternyata arah perlu diubah, para orang-orang pilihan tidak akan sulit menyesuaikan diri, karena mereka bersama-sama terlibat untuk meraih sukses. Hal ini juga diterapkan di perusahaan yang dipimpin oleh Ogilvy, si Raja Iklan. Ogilvy memilih orang-orang yang akan bekerja di perusahaannya dengan hati-hati. Dalam memilih, Ogilvy lebih memusatkan perhatian pada ”sikap” bukannya pendidikan, keterampilan, ataupun pengalaman. Dan ketika orang-orang terbaik dengan sikap yang positif sudah berhasil didapatkan, ia tidak segan-segan mengapresiasi mereka jauh lebih besar dari yang ditawarkan perusahaan lain.
Mengenali realitas tanpa kehilangan keyakinan untuk sukses. Pemimpin tingkat tinggi, senantiasa melihat pada realitas. Mereka juga tidak malu-malu mengakui kelemahan yang mereka miliki, kesulitan yang dihadapi, dan krisis yang harus ditanggulangi. Jika memang, mereka tidak mampu berprestasi (mempersembahkan yang terbaik) di satu bidang, maka mereka akan mengalihkan perhatian kepada bidang lain yang mereka yakini bisa unggul dibandingkan yang lain. Dari sekian banyak peluang yang kita temui, kita perlu memilih peluang yang paling tepat untuk mewujudkan impian kita. Ibu Teresa dari Kalkuta sadar bahwa ia tidak bisa sendirian membantu para fakir miskin di dunia, terutama di India, untuk itu, ia bersama-sama pendukungnya, banyak menggalang bantuan dari berbagai pihak untuk bersama-sama membantu mengatasi kemiskinan di berbagai negara. Kesulitan juga disadari oleh Ibu Kartini ketika beliau melihat perlakuan yang tidak adil terhadap para wanita di zamannya, yang tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan lanjut, bahkan untuk sebagian besar wanita, tidak sempat mengenyam pendidikan sama sekali. Wanita dianggap sebagai pelengkap saja yang tidak perlu berkembang lebih jauh. Kesadaran akan realitas ini (penolakan masyarakat akan ide Kartini untuk membantu memberi pendidikan bagi wanita), tidak menyurutkan keyakinannya untuk mewujudkan impiannya untuk memberikan kesempatan berkembang bagi wanita. Melalui surat dan pertemuan-pertemuan dengan beberapa tokoh (baik pribumi maupun tokoh asing), Kartini berhasil menggalang dukungan untuk mendirikan sekolah puteri pertama di Indonesia.
Berjuang untuk menjadi yang terbaik. Jika kita tidak bisa menjadi yang terbaik di satu bidang, tinggalkan bidang tersebut, dan carilah bidang lain yang bisa kita jadikan pijakan untuk menghasilkan yang terbaik. Inilah sikap yang ditunjukkan oleh pemimpin tingkat lima. Mereka akan memilih bidang di mana mereka bisa mempersembahkan karya terbaik. Jika bidang pilihan sudah ditentukan, maka mereka akan berjuang gigih untuk tampil terbaik (untuk orang banyak, dengan dampak yang menjangkau waktu yang panjang, sampai ke masa depan) dalam semua tindakan, keputusan yang mereka ambil. David E. Smith sadar bahwa bisnis inti yang ditekuni oleh Kimberly and Clarks pada saat ia diserahkan tugas sebagai CEO, tidak memungkinkan perusahaan tersebut untuk berprestasi secara unggul dibandingkan para pesaing di industri yang lama. Dari kesadaran akan realitas ini, Smith tidak ragu-ragu untuk mengubah bisnis inti dari produsen kertas berlapis, menjadi produsen barang-barang konsumen yang terbuat dari kertas. Hasilnya? Luar biasa, sedikit demi sedikit, Kimberly and Clarks berhasil menundukkan lawan-lawannya di beberapa kategori produk.
Disiplin. Para pemimpin tingkat lima senantiasa menunjukkan kedisiplinan diri yang tinggi hampir di semua bidang. Mereka disiplin dalam waktu: dalam memenui target, deadline, maupun dalam mengatur keseimbangan kegiatan mereka di kantor, keluarga, dan masyarakat. Mereka juga disiplin dalam menerapkan prinsip-prinsip sukses yang mereka yakini (misalnya: prinsip untuk senantiasa melakukan yang terbaik). Romo Mangun, pejuang kaum papa, memiliki disiplin tinggi terhadap perjuangannya untuk menciptakan kesejahteraan bagi kaum yang kurang beruntung. Dalam menegakkan disiplinnya tersebut, ia tidak takut terhadap pihak mana pun, walaupun harus berseberangan pendapat dengan pihak-pihak tertentu. Demikian pula dengan pemimpin besar India, Mahatma Gandhi, yang tidak takut untuk berseberangan pendapat dalam menegakkan disiplinnya untuk berjuang bagi kepentingan rakyat, tanpa disertai dengan kekerasan fisik. Semua tantangan dihadapinya dengan berani dalam menegakkan disiplinnya memegang prinsip tanpa kekerasan tersebut.
Memanfaatkan Teknologi. Banyak pemimpin yang memanfaatkan teknologi untuk menciptakan perubahan. Mereka seringkali berakhir dengan ”dimanfaatkan” oleh teknolgi yang perkembangannya di luar kendali, seperti yang terlihat pada era booming-nya perusahaan-perusahaan dotcom. Ketika angin ”surga” di industri dotcom berhenti bertiup, maka yang tersisa adalah perusahaan-perusahaan yang dipimpin oleh pemimpin tingkat lima yang tidak sekedar ”ikut-ikutan” menggunakan teknologi baru. Para pemimpin ini memanfaatkan teknologi untuk mendukung kegiatan perusahaan untuk menjadi yang terbaik. Jika teknologi baru dirasa tidak menambah nilai secara signifikan bagi keberhasilan bisnis inti perusahaan, maka mereka tidak akan ”ikut-ikutan” mengadopsi teknologi baru. Mereka akan menciptakan teknologi sebagai fasilitas yang memperlancar usaha. Hal ini diterapkan oleh Michael Dell dari Dell computers (perusahaan yang memberi kesempatan bagi pelanggan untuk menentukan sendiri spesifikasi komputer yang akan dibeli, melalui internet), yang berhasil ”memanfaatkan” teknologi dengan cermat untuk mendorong pertumbuhan perusahaan secara berkesinambungan.
Berkembang dengan Roda Perubahan. Perubahan, walaupun merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah pertumbuhan, selalu akan diawali dengan ketidaknyamanan. Para pemimpin tingkat lima sadar akan hal ini, sehingga mereka tidak menciptakan perubahan mendadak yang sangat menyakitkan dan yang kemungkinan besar akan berujung pada kegagalan (karena banyaknya kendala, dan penolakan dari banyak pihak). Sebaliknya, perubahan dijadikan sebagai sesuatu yang senantiasa ada (bagian dari budaya perusahaan). Perubahan dirancang dan diterapkan secara bertahap dengan tujuan untuk mencapai keberhasilan yang berkesinambungan. Andy Groove dari Intel sadar akan kekuatan dahsyat perubahan. Untuk itu, ia menyusun strategi bersama timnya untuk mengendalikan perubahan (bukannya dikendalikan oleh perubahan) dengan senantiasa memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mempersembahkan inovasi baru, yang menjadi generasi baru produk-produk data elektronik yang dihasilkannya. Dengan strategi berkembang dengan mengendalikan roda perubahan ini, Groove bersama Intel berhasil mengungguli para pesaing, dan mencapai sukses yang berkesinambungan.
Jika semua orang di Indonesia memiliki kualitas pemimpin tingkat lima, maka dapat dipastikan, kita akan dengan cepat meraih keberhasilan yang berkesinambungan, dan menciptakan negara dengan rakyat yang hidup saling mendukung (bukan saling curiga ataupun memusuhi satu dengan yang lain), dan dalam suasana damai dan sejahtera (tidak bermusuhan, tidak saling menjegal dan tidak saling membunuh, seperti yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia akhir-akhir ini). Apakah di Indonesia ada pemimpin tingkat lima? Jika ada, di manakah para pemimpin tingkat lima bersembunyi? Di mana ada keberhasilan berkesinambungan, dan tidak tampak satu orang yang menonjolkan diri sebagai ”pahlawan” maka di situlah ada pemimpin tingkat lima (demikian petunjuk Jim Collins untuk mengidentifikasi pemimpin tingkat lima). Sudahkah Anda lihat sekeliling Anda? Jika Anda menemukannya, bergurulah kepada mereka. Jika belum, ciptakan dan tanamkan kualitas kepemimpinan tingkat lima pada diri Anda sendiri. Bukan tidak mungkin, Andalah yang merupakan pemimpin tingkat lima tersebut.n

 

Disiplin sebagai penentu sukses

Sukses adalah hasil dari berbagai aspek seperti kerja keras, kepandaian, rencana dan pelaksanaan yang hati-hati, serta, sedikit keberuntungan. Di samping itu, sukses juga ditentukan oleh displin atau tidaknya seseorang meraih segala sesuatu dan ‘meletakkan sesuatu di tempat yang layak’.
Tanpa disiplin, seseorang tak akan mampu menyelesaikan segala apa yang telah direncanakannya. Dia tak akan mampu melakukan sebuah strategi secara berkesinambungan untuk meraih tujuan jika tidak punya disiplin. Disiplinlah yang membuat kita berada on track, tak peduli seberapa berat yang dihadapi. Orang yang disiplin tahu apa saja yang perlu dilakukan dan berfokus pada hal itu.
1. Dimulai pagi hari
Sebetulnya, disiplin tidak usah dibicarakan terlalu muluk. Secara sederhana, sejak pagi dimulai, kedisiplinan tanpa sadar sudah menyertai. Bangun pukul sekian, mandi, kemudian berangkat dari rumah, adalah contoh kecil tentang disiplin.
Banyak orang sukses akan setuju bila faktor disiplin disertakan sebagai salah satu resep keberhasilan mereka. Bila kita bangun dengan kaki yang salah misalnya, sebagai akibatnya kita merasa tidak enak badan, bisa dipastikan bahwa hari itu kita akan lebih tidak produktif ketimbang hari-hari di mana segala sesuatunya berjalan lancar.
Kiat penting untuk mengoptimalkan pagi hari adalah dengan membuat semacam rutinitas kecil. Bangunlah di waktu-waktu yang sama – misalnya pukul 5-6 pagi (bukannya bisa bangun jam lima, bisa juga jam sepuluh nanti), dan kerjakan hal-hal kecil yang efisien, seperti menyiapkan pakaian, atau memanaskan mobil, dan sebagainya. Jangan lupa pula sarapan pagi untuk memberi energi.
2. Optimalkan waktu kerja
Disiplin tak terlepas dari optimalisasi waktu kerja. Kalau di waktu kerja kita cenderung bermalas-malasan, menunda pekerjaan, dan sebangsa, kapan kesuksesan itu bakal muncul? Singgah saja pun jangan-jangan tak sudi.
Untuk itu, agar kedisiplinan kita berjalan teratur, buatlah daftar tugas setiap hari. Kita bisa membaginya dalam beberapa periode, tergantung dari rutinitas atau proyek yang sedang dikerjakan.
Dengan menuliskan manajemen waktu, kita bisa membayangkan segala tujuan, dan kemudian mengukur efisiebsi kerja kita sendiri. Selain itu, kita juga bisa tahu sebanyak apa kerja yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu proyek tertentu. Dengan melihat hasilnya, kita juga bisa tahu apakah target yang kita tentukan itu gagal atau tidak. Kalau iya, apakah hal itu disebabkan rencana yang tidak layak, atau karena terinterupsi oleh orang lain, atau karena kita sendiri yang tidak disiplin mengerjakan tugas sesuai jadwal.
3. Seberapa lama ketahanan tubuh ?
Setiap orang tentu punya ketahanan tubuh yang berbeda-beda. Ada orang yang tahan bekerja di depan komputer sampai 8-10 jam, ada juga yang tidak. Ukurlah hal ini, lalu terapkan pada daftar tugas.
Misalnya, kalau kita tahu bahwa kita cuma tahan bekerja selama lima jam saja pada hari Jumat – karena harus ke mesjid atau kita sudah terlalu bosan di kantor, maka optimalkan saja kerja lima jam itu. Jam kerja lainnya kita isi dengan kegiatan yang menghibur. Sebab, kalau dipaksakan bekerja sampai 10 jam misalnya, tapi hanya dengan 50% kapasitas kita, itu cuma buang-buang waktu.
4. Pikiran sehat terdapat dalam tubuh yang sehat Ini sudah jelas ada dalam buku sekolah anak SD. Dan tak usah diperdebatkan lagi, bila kondisi fisik kita prima, kita juga akan bekerja lebih baik ketimbang ketika kita sakit. Karena itu, jagalah selalu kesehatan.
5. Seimbangkan kerja dengan hiburan
Catat bahwa kerja hanyalah satu bagian dalam hidup kita. Bila kita meninggalkan kantor, tinggalkan. Jangan bawa dalam pikiran kita, karena seharusnya bagian lain dalam hidup kita yang mengambil alih. Untuk itu, cobalah berdisiplin untuk membagi segala sesuatunya dengan layak.
Sukses bukan cuma di karir saja, tapi dalam kehidupan pribadi kita sendiri. Di sinilah disiplin mengelola hidup kita akan memberikan hasil. Percayalah, hidup ini jauh lebih bermakna ketimbang sekadar mencari uang.
Diposting oleh ARIP PRASETYO OK Label:

0 komentar :

MARVEL and SPIDER-MAN: TM & 2007 Marvel Characters, Inc. Motion Picture © 2007 Columbia Pictures Industries, Inc. All Rights Reserved. 2007 Sony Pictures Digital Inc. All rights reserved. Template distributed by BloggerTemplatesWidgets